Mendapati Risiko Penggunaan Kawat Gigi saat Pandemi

Halo semua, pada kesempatan kali ini saya akan bercerita pengalaman saya sebagai pengguna kawat gigi yang tiba-tiba "terjebak" dalam masa pandemi Covid19. Teman-teman sesama pengguna kawat gigi tentu saja merasakan hal senasib ya nggak sih?

Satu minggu setelah Covid19 diumumkan resmi masuk ke Indonesia, dokter gigi tempat di mana saya periksa, mengumumkan kalau beliau menutup tempat praktek sementara waktu sembari menunggu imbauan resmi dari PDGI. Saya pada waktu itu karena habis melakukan kontrol pemeriksaan, belum aware kalau nantinya imbauan itu akan berimbas pada pembatasan pemeriksaan. Jatah kontrol saya terhitung masih satu bulan lagi. Saya waktu itu punya pemikiran praktis (belum punya pengetahuan yang memadai tentang pandemi ini) kalau mungkin satu bulan lagi pandemi akan selesai (waw, sebuah gagasan optimis tanpa yang hanya berdasarkan ke-sotoy-an).

Satu bulan kemudian, yang ternyata masih pandemi, dokter gigi saya meneruskan pengumuman dari PDGI yaitu adanya pembatasan pemeriksaan. Pemeriksaan di dokter gigi hanya boleh untuk kasus-kasus darurat seperti pendarahan hebat, gusi bengkak dan sejenisnya. Kontrol rutin untuk kawat gigi sementara ditiadakan entah sampai kapan. Saya mulai terserang panik sebab beberapa breket saya lepas dan bikin sariawan sebesar danau. Saya tanya kepada dokter kapan boleh kontrol, jawabannya belum tahu. Saya memahami betapa risiko sangat tinggi harus ditanggung profesi ini apalagi bersentuhan langsung dengan bagian mulut manusia yang merupakan akses utama masuknya virus. 

Saya menunggu dengan sabar sembari mengecek kepada teman-teman senasib. Ternyata di daerah lain juga sama saja. Sama-sama belum ada harapan. Dua bulan tidak kontrol rasanya sungguh tidak nyaman, ditambah juga dengan mulai muncul karies gigi, dalam hati saya sungguh berharap bisa segera membersihkan karies dengan scaling. 

Bulan Mei akhirnya saya mendapat kabar baik. Saya bisa melakukan kontrol. Waktu itu saya menjadi pasien urutan pertama yang melakukan kontrol. Oleh sebab telah terbiasa melihat para tenaga kesehatan dengan segala atribut pelindung diri di lini masa, saya tidak lagi kaget mendapati dokter dan perawat menggunakan pelindung diri dan ruangan yang telah diatur sedemikian rupa sesuai dengan protokol yang telah ditetapkan. Waktu itu saya sebagai pasien, memang tidak diharuskan memakai alat pelindung diri hanya diharuskan bermasker, mencuci tangan saja sebelum masuk ruangan dan diukur suhu tubuhnya. (Dari beberapa teman lain, saya mendapat informasi kalau mereka diwajibkan memakai alat pelindung diri yang disediakan oleh klinik mereka. Biaya untuk ini tentu saja dibebankan kepada pasien). Kemudian saya disuruh  untuk berkumur menggunakan obat kumur antiseptik selama satu menit. Entah kenapa obat kumur yang disediakan itu bereaksi tidak menyenangkan di rongga mulut saya. Formulanya bikin langit-langit mulut terasa kaku. (Di kemudian hari bikin sariawan di langit-langit mulut bagian belakang dekat dengan tenggorokan. Sempat mengalami psikosomatik sebab hal-hal yang berkaitan dengan sakit di tenggorokan atau dekat dengan tenggorokan belakangan menjadi keluhan yang tabu).

Saya kemudian agak curiga melihat alat bor yang terdesia di kursi periksa gigi tiada terpasang barang satu pun. Usai menjalani tindakan, saya bertanya apakah saya bisa scaling atau tidak. Sayang sekali jawabannya tidak bisa. Saya kemudian tahu memang alat suction dan bor itu memang belum boleh dipakai. Saya harus berlapang hati menerima kenyataan bahwa saya tidak akan bisa scaling entah sampai kapan. Kemudian bagaimana cara mengantisipasi supaya tidak tidak banyak karies gigi selama masa pandemi ini? Tidak ada cara lain kecuali rajin membersihkan gigi dengan sikat, obat kumur dan benang gigi. Sebenarnya sekarang ini sudah ada teknologi canggih scaling hanya dengan menggunakan AirFlow (dan aman juga dilakukan saat pandemi begini, walau tetap menjalankan protokol kesehatan periksa gigi ya tentu) tetapi mahal sekali beb, bikin over budget. Mungkin saja dilakukan sih, tapi untuk nanti saja, sembari mengumpulkan budget ya. Dan toh tidak semua klinik atau tempat praktek dokter bisa melakukan tindakan ini. Haha. Sementara itu yang saya lakukan adalah upaya pencegahan saja dulu, ya dengan tiga cara itu tadi. Namun di sini secara pribadi, saya sudah menyerah menggunakan benang gigi. Jadi dua harapan saya adalah sikat gigi dan berkumur. Namun, kita tentu tahu menyikat gigi berkawat tidaklah mudah. Kita perlu mengenal bagaimana struktur mulut kita untuk mendapatkan sikat gigi yang sesuai. Kita tentu berharap, ada produk sikat gigi yang cocok untuk kita. Kategori cocok menurut saya kira-kira melingkupi: ergonomis, bulu sikat lembut dan harga terjangkau. Apakah itu? 

Sikat Gigi, Pasta Gigi dan Obat Kumur

Pada tahapan ini, saya akan membagikan cara saya menggosok gigi untuk mencegah menumpuknya karies gigi oleh sebab terbatasnya layanan scaling di masa pandemi. Hal terpenting saat menyikat gigi tentunya pemilihan alat sikat dan bahan pasta gigi. Setelah melakukan pencarian, melalui berbagai eksperimen, dan penilaian pribadi, saya menyimpulkan bahwa berikut ini adalah alat sikat dan pasta gigi yang membantu mencegah menumpuknya karies gigi.

Sikat gigi Oral-B UltraThin Green Tea




Sikat gigi ini adalah yang paling ergonomis untuk struktur mulut saya. Kepala sikatnya yang kecil mampu menjangkau sampai geraham bungsu (salah satu bagian yang paling sulut dibersihkan karena tidak terjangkau). Gagang sikatnya nyaman sekali untuk digenggam, nggak akan mrucut saat kita menggunakan tenaga dan kecapatan maksimal. Bulu sikatnya yang kuat tetapi halus tidak akan membuat rasa sakit pada gusi saat melakukan gerakan menyikat O. Jangan tanya, karena bulu sikatnya kuat, ia dapat membersihkan secara maksimal, bahkan kuat juga mengangkat sisa makanan yang nyangkut di geraham paling ujung. Btw, saya membeli sikat gigi ini di Transmart Maguwo, DIY. Ini adalah pembelian kedua saya. Saya biasanya membeli yang value pack sekaligus sebab perlu diakui bahwa sikat gigi untuk pengguna kawat gigi pasti tidak berumur lama. Kurang dari tiga bulan pasti sudah njeber-njeber bulu sikatnya. Kemudian aapakah fungsi sematan nama green tea dalam produk ini? Ya karena warnanya mirip teh hijau aja sih, bukan tiap kali sikat gigi berasa green teanya. Hahaha. Dengan memakai sikat gigi ini, cara menggosok gigi saya biasanya ada dua langkah. Langkah pertama menggosok gigi tanpa memakai pasta gigi, untuk memastikan bahwa sisa makanan sudah terangkat lebih dulu. Langkah selanjutnya barula menggosok dengan pasta gigi. Walau agak repot dan butuh waktu lama, tapi percayalah metode ini terbukti bikin bersih dan saya jadi jarang sariawan. Hahaha.

Pasta Gigi Enzim Fresh Mint dan Enzim Orthodontic 

Pasta gigi yang saya pakai adalah Enzim. Ada Enzim Fresh Mint dan Enzim Orthodontic, yang dipakai bergantian sesuai kebutuhan saja biasanya. Dua pasta gigi ini membantu mencegah karies dan merawat gusi bagi orang yang sedang menjalani Ortho treatment. Enzim Orthodontic ini baru saya pakai belakangan ini. Tekstur pasta giginya lebih kental daripada Enzim Fresh Mint. Awal pemakaian saya menilai bau pasta gigi ini agak menyengat, namun kini nampaknya saya sudah terbiasa jadi tidak merasa terganggu dengan baunya. Komposisi dan klaim produk dapat dilihat sebagai berikut. 




Berkumur dengan Listerine Zero

Setelah menyikat gigi, barulah berkumur menggunakan obat kumur yang zero alchohol. Mulut saya tidak cocok menggunakan obat kumur yang kandungan alkoholnya terlalu banyak. Biasanya akan timbul sariawan. Obat kumur ini dipakai seperlunya saja biasanya. Kalau saya sudah merasa cukup dengan menyikat gigi, biasanya tidak saya lanjutkan memakai obat kumur. Kaku beb mulutnya. Hahaha. 

Demikian rangkaian perawatan yang biasa saya lalukan. Kunci dari kesuksesan dalam pencegahan ini adalah kesiplinan dan tekad yang teguh. Kalau disiplin kita kalah sama rasa malas dan ngantuk (saat sikat gigi malam), habislah kita. Kalau karies sudah mulai menumpuk sementara belum berani melakukan scaling ke dokter gigi yang ada nanti kerepotan yang lebih komplek seperti tiba-tiba banyak gigi berlubang dsb. Sejauh ini saya bisa melakukan kontrol rutin, tetapi tindakannya terbatas sekali. Pasien yang datang juga dibatasi per harinya. Di daerah saya, kalau sedang terjadi kenaikan kasus penularan Covid19, saya menunda untuk kontrol. Takut beb.

Sesungguhnya semua kerepotan ini lebih baik dilakukan daripada apa yang sudah dikorbankan untuk perawatan orthodonti kita menjadi sia-sia. Semoga kita tetap tabah ya teman-teman. 



Komentar

Posting Komentar