Arung jeram pertama kali di Progo Bawah: seru, tapi…

Sabtu, 21 Januari 2017, pukul 13.30 kami (aku dan teman-teman sejumlah 42 orang) mulai melakukan persiapan untuk arung jeram di kali Progo. Ini adalah pengalaman arung jeram pertama bagiku. Sebelumnya, aku tidak mengerti banyak hal seputar arung jeram dan aku tidak sempat mencari tahu tentang hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan saat arung jeram (baru kusadari bahwa tindakan seperti ini keliru). Jadi, istilah-istilah arung jeram yang aku tuliskan di sini, itu aku dapat setelah baca beberapa referensi di internet, sebelumnya aku tidak mengerti sama sekali.
Siang itu, usai pemanasan, kami menerima briefing dari instruktur. Pada saat briefing, dijelaskan secara singkat bagaimana gambaran medan yang akan dihadapi saat arung jeram nanti, cara penggunaan alat-alat arung jeram, dan tak lupa tentang cara bertahan saat menghadapi jeram yang begitu sulit. Kira-kira 15 menit kami mendapatkan penjelasan seputar arung jeram siang itu. Kami mengakhiri briefing dengan berdoa. Lalu berangkatlah kami dengan peralatan lengkap arung jeram ke medan perang. Sebab ini adalah arung jeram pertamaku, jadi ya aku tidak ada gambaran sama sekali tentang jeram-jeram yang ada di kali Progo, seberapa tingkat kesulitan dan resiko-resiko yang akan dihadapi. Aku PD aja gitu berangkat dengan pengetahuan yang terbatas. Di lokasi start sudah tersedia 7 perahu dengan satu orang skipper di masing-masing perahu. Perahuku terdiri dari aku, lima orang temanku dan satu skipper tentu saja. Aku duduk di sisi kanan perahu. Depanku ada Fajar, samping kiri ada Astin, depan Astin ada Aji dan belakang Astin ada Ria, dan di belakangku ada Tiara, kemudian skipper duduk paling belakang perahu. Dekat air terjun di Desa Boro (kalau tidak salah, maaf aku lupa namanya) kami mengawali arung jeram. Wuihh, rasanya benar-benar takjub, guys! Kagum banget sama pemandangan alam yang tersaji di sisi kanan dan kiri kali Progo. Bagus banget!! Kebetulan waktu itu angin bertiup sepoi-sepoi. Jadi baju dan rambut kami tersibak-sibak gitu, haha.

Oke, 50 meter di depan kami adalah jeram pertama! Kalau tidak keliru, jeram ini namanya jeram selamat datang. Jeram ini cukup membuat jantung berdesir karena menggoyangkan perahu lumayan tinggi. Skipper kami dengan sigap memberikan aba-aba untuk mendayung. Dayung terus sampai kami melalui jeram selamat datang. Dan akhirnya…..kami lolos mengarungi jeram selamat datang. Yey! Jeram selamat datang ini jeram pertama dari jeram-jeram lain (aku nggak hapal berapa jumlah tepatnya) yang akan tersaji sepanjang sembilan kilometer rute kami. Tak begitu jauh dari jeram pertama, dari tempat aku duduk, aku menyaksikan perahu-perahu teman-teman yang lain terombang-ambing sempoyongan melawan derasnya jeram berikutnya. Kami pula menyaksikan bahwa perahu nomor urut tiga sedang susah payah bertahan di jeram kedua, di sisi kiri. Karena jarak yang lumayan dekat dengan perahu nomor tiga, skipper menawarkan kepada kami bagaimana kalau perahu kami lewat jeram di sisi kanan saja. Tentu, jeramnya lebih deras dibandingkan dengan jeram yang ada di sisi kiri (that’s why perahu-perahu lain lewat sebelah kiri). Kami setuju tanpa pikir panjang lagi (karena arus yang membawa kami sangat deras, jadi kami tidak punya kesempatan untuk mikir terlalu lama juga). Kami mengarahkan perahu ke kanan. Dan lagi-lagi, skipper meneriakkan untuk mendayung! Sayang seribu sayang, kepanikan datang melanda lebih dulu daripada sikap waspada. Perahu kami terjun ke arah jeram yang dalam lalu kami terhentak keluar dari perahu. Kuda-kuda kaki kami seolah lepas sia-sia karena kerasnya hentakan (dan jelas, dipicu oleh sikap panik, jadi kuda-kuda tak lagi kokoh).

Kami jatuh berserakan, terseret arus hingga ratusan meter! Terlebih lagi, tubuh kami terbentur batu-batu besar yang ada di sana. Masih bersyukur karena yang terbentur bukan bagian vital tubuh. Sehingga kami masih sadar dan bisa bertahan! Lima sampai sepuluh detik kami tenggelam sambil terbawa arus. Pikiranku udah sampai mana-mana dong: Waduh ini harus gimana, nanti kalau nggak ditemuin gimana, teman-teman yang lain gimana ya??? Dari banyaknya kemelut pertanyaan yang timbul di kepala dari dalam air, akhirnya aku hanya bisa pasrah sambil banyak baca doa-doa. Sebab dari segala bentuk upaya penyelamatan yang kami coba, selalu kalah dengan arus deras yang menyeret. Yasudah, kami bisa apa.

 Beruntungnya, dari dalam air, aku bisa liat skipper yang juga ikut tenggelam. Langsung aku raih tangannya, dan dengan sigap dia melepar tubuhku ke sisi kiri kali yang alirannya lebih tenang. Dan tubuhku mengambang dengan tenang. Tapi… beberapa detik kemudian kedua kakiku kram. Aku kembali berteriak dan akhirnya aku dibawa ke tepi untuk meregangkan otot.

Waktu udah mau nangis tapi nggak bisa nangis karena kaki kram sakit banget. Jadi nggak kuat nangis, haha. Saat sampai tepi, pertanyaan yang pertama kali muncul adalah: teman-teman yang lain mana? selamat enggak ya mereka? Tapi skipper bilang mereka aman. Mereka sudah ada di perahu depan. Syukurlah kalau begitu. Lalu aku menumpang perahu nomor tujuh yang datang paling belakang. Wajah pucat pastilah ya, namanya juga panik.

Saat itu rasanya pengen langsung pulang dan nggak usah melanjutkan arung jeramnya. Bagian tubuh yang tadi terbentur batu, sudah mulai linu-linu. Rasanya tuh pengen segera selonjoran di kasur yang empuk sambil baluran minyak tawon, haha. Tapi kami harus tetap melanjutkan misi sampai finish! Tanggung dong kalau baru mulai terus udah selesai gitu aja. Ya dilanda perasaan takut sih, tapi harus dikalahkan dengan rasa penasaran akan tantangan selanjutnya yang ada di depan mata.

Tim kami berkumpul lagi dalam satu perahu akhirnya, dan atas kerja keras serta kekompakan juga, jeram-jeram selanjutnya dapat kami taklukkan dengan baik. Horeee!!! Btw, salah seorang teman sepanjang perjalanan muntah terus karena kebanyakan minum air sungai: eneg! Katanya, haha.

 Finally…kami menyelesaikan perjalanan selama dua jam! Begitu sampai finish, sempat agak menyesal juga sih kenapa tadi itu bisa jatuh. Padahal kan bisa diantisipasi. Dan juga…itu kan baru jeram kedua, tapi kok sudah jatuh… Tapi ya sudahlah, memang harus jatuh untuk bangkit lagi. Diambil hikmahnya saja dan dijadikan pelajaran yang berarti. Dengan penuh syukur kami memanjatkan doa atas keselamatan yang masih kami dapatkan. Kalo nggak jatuh begini, mana bisa merasakan gimana rasanya terseret di kali, haha. Pengalaman arung jeram ini sungguh akan terkenang.


Mau arung jeram lagi?
Pasca kejadian tenggelam tersebut, aku mencari tahu dari berbagai sumber di internet tentang kali Progo: nama jeramnya dan sejarah di balik nama beberapa jeram. Dari situlah, aku sangat bersyukur karena masih bisa selamat dari kejadian kemarin. Ternyata banyak korban yang tidak bisa diselamatkan atas kejadian serupa. Trauma? Jelas iya. Walau sifatnya hanya temporary. Tapi serius deh, malam hari setelah kejadian itu, tiap aku memejamkan mata, yang terlintas hanya guyuran air dan batu-batu. Sampai tidur tidak bisa nyenyak, hiks. Dan btw kalau ditawarin mau arung jeram lagi apa engak, sampai tulisan ini dibuat, nampaknya I say no kalau diajak arung jeram lagi. Nggak tahu kenapa, masih takut aja gitu kalau liat air dalam volume yang sangat besar. T

Komentar

  1. balik ke sana lagi nohh. buktiin kalo kamu bisa menakhlukan jeram Budhil, buktiin tuh ma Skippernya kalo jeram bukanlah halangan. (:

    BalasHapus
    Balasan
    1. aduh hu, nama mau ngucapin terima kasih tapi ngga tau nama skippernya, gimana dong hu?

      Hapus
  2. Lu harusnya nyoba dulu di elo sebelum nancap di Progo Bawah medium trip Grade IV, heu...!!

    BalasHapus

Posting Komentar